Cari Blog Ini

Senin, 22 Oktober 2012

* Tuyul dan Mbak Pelayan *





Pada suatu ketika kasir dan pengawas “Madurejo Swalayan” terheran-heran, beberapa malam setiap laporan akhir setelah toko tutup diketahui uang di laci kasir yang disetorkan ternyata jumlahnya kurang dibanding dengan catatan yang ada di print-print-an kasir. Adakalanya jumlah tekornya sampai dua puluh ribuan, lain waktu empat puluh ribuan. Akhirnya
management sistem pelaporannya dibenahi agar memudahkan untuk kontrol. Terlanjur ada pelayan yang jadi takut untuk disuruh belajar jadi kasir. Ada juga kasir yang pasrah ikhlas kalau misalnya upah bulanannya dipotong untuk mengganti. Tentu bukan itu solusinya.

Pada ketika yang lain saya membantu ibu CFO mempersiapkan uang untuk upah bulanan pegawai. Sejumlah uang sudah disiapkan dan dihitung ulang sebelum dimasukkan ke dalam amplop tertutup. Sejam kemudian amplop pun dibagikan masing-masing. Salah seorang diantaranya tidak langsung membuka amplopnya, melainkan langsung dikantongi. Sorenya dia pergi ke toko lain untuk membeli sesuatu. Ketika hendak membayar, amplop pun langsung dibuka di depan penjualnya. Begitu dihitung ……., lho kok jumlahnya kurang seratus ribu rupiah?

Sekitar seminggu menjelang lebaran haji yang lalu, masih di rumah saya meminta uang kepada ibu bendahara untuk membayar hewan korban. Rupanya ibu bendahara sudah menyiapkannya malam sebelumnya. Setelah saya terima dan saya hitung, kok jumlahnya kurang seratus ribu? Ibu bendahara pun heran, katanya semalam sudah benar menghitungnya. Ya sudah, digenapi saja lagi. Uangpun saya lipat lalu saya masukkan ke saku kiri depan celana blue jeans biru mangkrak Levi’s 501. Haqqun-yakil saku celana yang saya pakai tidak bolong sehingga uang di saku pasti aman tidak akan mbrojol.

Setiba di depan bapak panitia korban, uang pun langsung saya tarik dari saku dan saya serahkan begitu saja tanpa saya hitung lagi sebab saya ingat bahwa saku celana kiri depan tidak saya uthik-uthik sejak dari rumah. Eh, lha kok si bapak panitia korban nyeletuk : “Nyuwun sewu nggih pak, meniko artanipun kirang setunggal atus….” (maaf ya pak, ini uangnya kurang seratus). Sial tenan aku. Terpaksa merogoh dompet untuk menutupi kekurangannya. Jadi, sehari ini saja sudah terjadi pengeluaran tak terduga sejumlah dua ratus ribu rupiah.

Apa yang sebenarnya terjadi sih? Kok punya uang sedikit saja salah-salah terus hitungannya. Menurut teori, semakin sedikit kuantitasnya seharusnya lebih mudah ngurusnya. Lain halnya kalau uangnya banyak, wajar kalau menghitungnya jadi susah enggak selesai-selesai. Ah, barangkali kasir, pengawas, pelayan, ibu bendahara dan saya sendiri kurang teliti sehingga melakukan salah hitung. Atau, barangkali ini teguran dari “Atasan” saya bahwa pemberian yang kami keluarkan selama ini terlalu sedikit. Ya sudah. Kisah uang hilang pun segera menghilang.

Kali lain, ada rumor dari kasir dan pelayan. Katanya, ada orang yang menurut kabar angin memiliki tuyul terkadang belanja di “Madurejo Swalayan”. Dalam hati saya berkata “alhamdulillah”, berarti ada peluang untuk duplikasi pelanggan baru, bukan hanya pemilik tuyulnya tapi juga tuyulnya sekalian. Rupanya bukan itu yang jadi pokok soal kasir dan pelayan. Melainkan setiap kali orang yang ditengarai memelihara tuyul berbelanja, maka biasanya uang pembayarannya dipisahkan. Lho?

Menurut shohibul-hikayat, kata kasir, kalau uang itu disimpan bersama uang yang lain bisa memancing sang tuyul untuk ngutil uang yang dikumpulinya itu. Wah, kalau cerita yang beginian saya baru tahu. Itulah sebabnya maka kasir pun mengambil inisiatif untuk memisahkan uang pembayaran dari orang yang digosipkan memiliki tuyul. Uang itu nantinya akan digunakan untuk pembayaran keluar, keperluan yang lain. Terserah sajalah, yang penting tidak dengan niat : biar uang orang lain saja yang uangnya dicuri tuyul……

Saya sendiri herman bin hueran, bagaimana kasir dan pelayan bisa tahu bahwa orang itu memiliki tuyul atau tidak. Rupanya, ada orang-orang tertentu yang sudah dikenali oleh masyarakat sekitar, memiliki peliharaan mahluk kecil gundul tidak kelihatan dan suka mencuri uang. Itulah bayangan saya tentang mahluk yang satu ini seperti visualisasi yang saya lihat di serial acara “bodoh” di televisi (ngerti ngono yo ditonton……., tahu begitu ya dilihat juga…..).

***

Apakah beberapa peristiwa kehilangan uang itu ada hubungannya dengan keberadaan mahluk yang disebut tuyul ini? Saya tidak tahu, dan saya juga tidak perlu menghubung-hubungkannya. Nanti ndak jadi vietnam….. Bukankah vietnam itu lebih kejam dari pembunuhan? Fitnah seperti ini memang paling enak untuk dijadikan bahan infotainment lokalan.

Cilakanya, saya sendiri juga mendengar cerita yang kurang lebih sama dari warga Madurejo lainnya, termasuk dari sesepuh-sesepuhnya. Jadi, percaya-enggak-percaya, cerita seperti itu sudah menyebar di masyarakat rupanya. Sudah banyak juga toko dan warung yang ada di Madurejo dan seputarannya mengeluh telah mengalami peristiwa misteri kehilangan uang yang terjadinya seperti tidak masuk akal. Kebetulan ini ada toko baru, pasti pengelolanya belum berpengalaman ihwal yul-tuyyul, begitu barangkali strategi bisnis si empunya tuyul dan tuyulnya.

Pendeknya, cerita tentang tuyul sering mewarnai romantika usaha mencari rejeki. Apalagi di tempat-tempat tertentu yang memang masih sangat kuat budaya dan tradisi gaibnya. Boleh juga kalau mau dianggap sebagai threats (ancaman). Cuma ya jangan dimasukkan dalam anggaran belanja bulanan toko, nanti ndak malah dimasukkan dalam business plan-nya tuyul.…… Terkadang cerita tentang tuyul mereda, terkadang muncul lagi. Begitu siklusnya. Mungkin saja sang tuyul juga punya zona-zona operasi tersendiri pada waktu-waktu tertentu. Ah, embuh-lah…….!

Jadi? Wong namanya juga saya masih manusia biasa (bukan tuyul), kalau sudah ngomong-ngomong soal mahluk culas yang tidak kelihatan itu, saya sendiri terkadang suka gregetan bin mangkel dalam hati. Sampai suatu ketika saya nggrundel sendiri di kantor : “Kalau bisa saya tangkap itu tuyul, arep tak obong (maaf) silite (saya bakar duburnya) sekalian punya pemiliknya kalau perlu……”. Grundelan ini saya ucapkan dengan penjiwaan penuh seolah-olah menyugesti diri sendiri sedang berbicara di depan forum para tuyul itu. Mudah-mudahan kalau memang mahluk tuyul itu ada, mereka mendengar grundelan saya lalu lapor sama juragannya, lalu mereka berdua lari terbirit-birit. Itu, khayalan saya…..

Yang jelas, sejak itu hingga saat ini saya tidak lagi mengalami atau mendengar cerita-cerita misteri tentang uang hilang. Barangkali administrasi kami memang sudah lebih baik dan kami pun sudah semakin cermat dalam menghitung uang, sehingga tidak lagi perlu terjadi kehilangan-kehilangan yang tidak perlu.

Atau, kalau mahluk tuyul itu memang ada dan suka main-main ke “Madurejo Swalayan”, kini sudah sohiban sama mbak-mbak pelayan toko…….., malah bisa disuruh menjaga toko sekalian. Daripada tak obong tenan………!.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Entri Populer